14 Mei, 2008

Yang Murah, Yang Mahal...

Saya paling mangkel kalo ketemu sama orang Jepang atau Korea. Bukan karena mereka sombong --bahkan mereka orang yang ramah banget, hanya jarang ngobrol karena keterbatasan bahasa-- tapi karena secara gak sadar mereka membuat saya seakan berasal dari negeri yang miskin banget!

Misalnya, pada suatu hari salah seorang Jepang, sebut saja namanya Akiko, bilang: wah, baju di sini murah-murah ya! Saya jawab: kenapa? Jawabnya: lha ini, masak jaket sebagus gini cuman $65 harganya? Gedubrak!! Jaket $65 dibilang murah? Asem! Lha bagi saya itu kan nyaris 650 ribu rupiah! Hm, baju jaket yang sekualitas itu buatan Bandung palingan cuman 150 rbu perak! Tak usye ye!

Atau suatu hari temen Korea saya bilang: yuk, kita main golf di sini, biayanya murah. Ketika saya tanya berapa, dia jawab sekali main $30. Weleh-weleh, murah kok $30. Bisa nangis dia kalo saya ceritain berapa tunjangan beasiswa saya selama sebulan! Alhasil, sama si Korea itu akhirnya saya main tenis saja. Lapangannya gratis, bolanya awet!

Saya juga paling 'kesel' kalo jalan-jalan di toko suvenir universitas. Memang harus diakui bahwa barang-barang yang dijual di sana memang cakep-cakep. Kaos, topi, baju anak, bolpen, perlengkapan olahraga, buku-buku yang semuanya membuat ngiler, harganya juga nauzubillah! Misalnya kaos basket Duke (termasuk tim basket yang legendaris di amrik sini), harganya bisa mencapai $90! Celana pendeknya cuma $30 saja. Terus jam tangan sekitar $200. Bahkan potongan lapangan basket pun dijual, kalo gak salah yang segede batu bata harganya $90. Hm, ngapain juga beli potongan lantai lapangan!

Yang paling bikin gemes istri saya adalah kaos anak-anak. Memang lucu sih, tapi harganya sama sekali tidak lucu: satu pasang kaos dan celana $60 saja. Padahal paling juga cuman dipake 3 bulan, wong pasti cepat kekecilan! Yang murah sih ada, misalnya gantungan kunci (ya iyalah!), magnet kulkas (terang aja wong buatan Cina!) dan barang-barang yang kecil lainnya.

Alhasil, kalo saya sudah ngiler pingin beli kaos-kaos maut tersebut, terpaksa saya nungguin kalo lagi sale. Biasanya sih pas winter. Saat orang lain gak ada yang beli kaos tangan pendek (meraka pada beli sweater yang sialnya keren-keren juga, harganya sekitar $80), saya beli kaos pendek. Bukan untuk dipake tentunya (karena kan dingin banget), tapi untuk pameran kalo udah pulang ke Indonesah. Lumayan, dapat korting sampai 50%!

Taktik mencari korting memang harus dilakukan kalo mau ngirit. Soalnya kalo pas korting memang harga diturunkan gila-gilaan. Misalnya menjelang musim dingin, kaos-kaos tangan pendek yang harganya sekitar $20 sebiji, bisa didapatkan dengan harga $5 saja. Giliran musim panas, jaket-jaket dijual banting harga. Saya pernah ngincer sebuah jaket kulit domba, tapi harganya kemahalan. Jaket itu mulai nongol pas winter, harganya $120. Hm, agak mahal! Setiap kali lewat di toko, saya liatin terus sambil ngiler dan berdoa, semoga gak ada yang beli sampai musim berikutnya. Alhamdulillah doa saya terkabul, akhirnya jaket idaman tersebut dapat ditebus dengan harga $40 saja, setelah nunggu kira-kira 4 bulan sejak nongol di toko. Orang sabar disayang Tuhan!

09 Mei, 2008

Sawang Sinawang

Kalau Anda sudah pernah membaca karya fenomenal Prof. Umar Kayam, yaitu trilogi Mangan Ora Mangan Kumpul, maka Anda tentu tau arti kata sawang sinawang tadi: yaitu menakar orang dan membandingkan dengan diri kita, untuk menentukan pada 'ketinggian' berapa kita berada di dalam kelompok tersebut.

Tentu saya sebagai orang Jawa (saya rasa bukan hanya orang Jawa saja yang bersifat demikian, sepertinya sudah karakter umum orang Indonesia), begitu ketemu temen-temen seangkatan langsung mengadakan sawang sinawang untuk menentukan 'comfort zone' sendiri.

Tentu saja kriteria utama adalah penguasaan bahasa: terdapat beberapa golongan kefasihan bahasa. Pertama, mereka yang native: ini adalah para penutur asli atau mirip asli, dan sudah gak perlu mikir bahasa lagi sebelum ngomong. Penduduk golongan ini misalnya orang amrik sendiri, orang inggris, orang-orang dari pecahan uni soviet (Rusia, Azarbaijan, Georgia, dkk). Biasanya jadi perwakilan kelompok kalo lagi presentasi depan kelas. Kultur belajarnya sudah seperti orang amrik dalam arti banyak ngomong, walaupun kadang-kadang kurang bermutu juga omongannya! Beberapa ya cemerlang juga, harus diakui.

Golongan kedua adalah orang yang bahasa inggrisnya bagus tapi sumpah mati kadang-kadang susah memahami omongan mereka karena logatnya yang seperti makhluk aneh. Golongan ini misalnya orang India, Pakistan, atau dari beberapa negara Afrika, misalnya Sierra Leone (pernah denger negara ini?) atau Zambia (nah!). Semangat belajarnya kuat, karena memang keliatannya berasal dari negara yang sangat miskin. Saya ingat banget ada satu orang dari India, yang di kelas mengajukan pertanyaan yang panjang banget, sampai seluruh kelas dan profesornya sekalian gak ngerti apa yang dia tanyain. Waktu dia selesai nanya yang panjang tadi, dosennya cuman bilang: tolong diulangi. Wah, langsung ger-geran seluruh kelas!

Golongan ketiga adalah yang inggrisnya lumayan menguasai tapi logatnya masih agak susah dicerna. Misalnya dari Mongolia atau Taiwan. Orangnya juga penuh semangat, tapi agak pendiem.

Nah, golongan terakhir adalah yang bahasa inggrisnya kurang sekaligus pengucapannya susah dimengerti. Nah, ini yang gawat. Penduduk golongan ini misalnya Korea atawa Jepang. Mereka pada umumnya baik-baik dan ramah (ciri khas bangsa Asia?). Tapi kalu suruh bikin paper, bahasa tulis mereka bagus-bagus! Cuman, kadang-kadang kasihan juga melihat mereka presentasi di depan kelas. Pernah terpikir juga sih: mereka kasihan juga waktu lihat saya presentasi!

Lha, saya termasuk golongan mana? Saya tidak berhak menilai!

Sekedar pembelaan: bahasa inggris ternyata bukan segala-galanya. Toh, negara Korea atau Jepang juga maju pesat bukan karena mereka jago bahasa inggris, tapi karena hal yang lain. Yang paling gawat kalo bahasa inggris nggak jago, tapi negaranya gak maju-maju juga, karena salah urus!

Jadi? Kembali ke sawang sinawang tadi, tentu saya saya cari temen yang inggrisnya sama atawa lebih baik lagi yang lebih jelek dari saya, supaya gak minder! Walaupun dengan cara ini penguasaan bahasa inggris tidak berkembang pesat, yang penting hati tenang! Entah karena sirik atau apa, saya lihat orang-orang eropa timur rada-rada belagu keliatannya, padahal kalo dipikir-pikir mereka dari negara miskin juga lo!

Jangan-jangan: sirik tanda tak mampu?

06 Mei, 2008

It's the Law, Stupid!

Walaupun kadang-kadang enak tinggal di sini, tapi ada juga yang bikin mangkel di sini: petugas yang sangat taat aturan!

Misalnya, waktu saya mau bikin SIM. Salah satu syarat bikin SIM adalah kita harus bayar asuransi (mobil+orang). Nah, waktu saya mbayar asuransi--tentunya di perusahaan asuransi, bukan di tempat bikin SIM/polres Durham)--si petugas asuransi mencatat nama belakang saya sesuai SIM Indonesia saya, yaitu Ak. (gelar akuntan yang saya peroleh dengan susah payah di STAN). Jadilah nama saya: AK, Budi Susila.

Waktu di polres Durham tempat bikin SIM, karena di surat pengantar asuransi nama belakang saya adalah AK tadi, maka di formulir pun tertulis AK. Tentunya saya nggak mau, kan berarti salah. Terus saya berusaha jelasin ke pak polisinya (yang orang item gede banget) di situ, bahwa itu bukanlah nama belakang saya, melainkan gelar akademis, sambil saya tunjukin semua dokumen Indonesia saya: KTP, SIM, kartu nama. Pokoknya saya gak mau tau, kata si item. Kalo mau ganti ya harus si perusahaan asuransinya yang ganti. Walah, padahal kantor asuransi kan jauh dari polres ini. Terpaksa harus nelpon balik ke asuransi, dan njelasin dengan susah payah di telpon (lha wong ngobrol hadap-hadapan saja kadang gak nyambung, apalagi lewat telpon!). Untunglah si asuransi mau ganti, dan menyesuaikan nama tsb. Setelah difax, baru deh si pak polisi membetulkan nama yang tadi sambil ngomong: memang hukumnya begitu, dik!

Habis lulus ujian SIM tertulis lewat komputer (soal 25, maksimal salah 5), maka dilanjutin ujian praktek nyetir keliling-keliling kompleks. Didampingi polwan (yang juga item),saya ya cukup PD aja, kan sudah sering nyetir. Setelah selesai dan kembali ke polres, dengan PD-nya saya nanya: gimana buk, lulus kagak? Dia jawab: kamu liat tadi tanda stop di prapatan? Ya, jawab saya. kenapa? Waktu ada tanda stop tadi, kamu tidak berhenti sempurna, mobil masih bergerak, dan kamu tidak nengok ke kanan dan kiri! Busyet dah! Lha waktu di prapatan tadi kan asli sepi banget, jadi ya mobil masih bergerak. Dan juga saya sekali lirik tau bahwa gak ada mobil atau orang yang lewat. Rupanya saya memang harus berhenti "grek" bener-bener, terus melihat ke kanan dan kiri secara demonstratif, baru terusin jalan! Kok gitu sih, saya nanya. Jawab si polwan: emang gitu dik, hukumnya. Kalau ada tanda stop di prapatan, kamu harus berhenti sempurna, dan tengok kanan kiri. Walah!

Alhasil, saya dinyatakan gagal. Untunglah, kalo gagal ambil SIM, kita gak harus bayar. Pas ujian ulangan di lain hari (hanya ujian praktek, karena yang teori sudah lulus), saya pelototin tuh tanda stop, dan berhenti grek, tengok kanan kiri, dan akhirnya lulus!

Kejadian lain, waktu saya mbayar asuransi buat istri saya. Nah, karena nama istri saya cuman satu kata, saya rada bingung karena setiap formulir mengharuskan menuliskan nama belakang. Tanpa pikir panjang, saya tulis aja nama saya, Budi, sebagai nama belakang istri saya (seperi kebiasaan di Indonesia: misalnya nyonya julie teguh, berarti nama istri julie, nama suami teguh). Nah, rupanya si nama ini terus terbawa, waktu mau melahirkan, nama belakang istri tercatat nama saya. Sampai waktu buat akta kelahiran anak, saya bilang sama petugasnya bahwa nama belakang istri saya itu sebenarnya gak ada dan suruh ngilangin kata "budi". Dia gak mau karena sistemnya memang begitu. Makanya di akte anak saya, istri saya punya nama belakang ya nama saya tadi. Jadi repot deh!

Yang lebih bikin aneh lagi: anak kecil kalo naik mobil gak boleh duduk di depan, harus duduk di belakang pakai seatbelt khusus. Atau kalo anaknya masih kecil di bawah satu tahun, duduknya harus di kursi khusus/carseat yang ditarok di kursi depan dan malah menghadap ke belakang! Aneh, bukan?

Temen saya Ismail yang orang Azarbeijan malah pernah ngomel-ngomel gara-gara didenda $75! Sebabnya: anaknya yang kecil duduk di kursi depan dan gak pake sabuk pengaman! Rupanya Ismail ini seperti orang Indonesia saja yang sukanya naruh anak kecil di depan!

Pernah juga waktu mau ngurus STNK mobil, pas beli harus dimintain stempel (notarized) sama orang kampus. La dia ini kan liat saya tiap hari kuliah di situ. Eh, waktu minta stempelnya, dia masih minta saya nunjukin kartu mahasiswa! Katanya: emang aturannya gitu. Weleh-weleh!

Masalah parkir juga jadi problem juga. Di perpus kampus ada aturan bahwa parkir maksimal 3 jam. Nah, pada suatu hari ada mobil pengunjung parkir yang diderek ke ditlantas sana gara-gara lewat dari 3 jam, padahal pas pada jam ke-3 lebih 5 menit si empunya mobil sudah datang. Eh, pas dia datang, mobil sedang dalam proses diderek. Si pemilik protes. Protes gak berlaku, dan terjadilah si pemilik melihat di depan matanya mobilnya di derek dengan pasrah!

Ada lagi orang berdemo di jalan sambil pawai. Eh, tidak lama kemudian ada beberapa orang pendemo yang ditangkap polisi. Apa pasal? Apa karena demonya merusak toko atau pada bawa senjata tajam? Atau karena isunya sensitif sehingga harus diamankan polisi? Ternyata tidak saudara-saudara! Dua orang tersebut ditangkap gara-gara sepele, yaitu mereka berdemo di badan jalan, bukan di trotoar. Aturan lokal menyatakan bahwa siapapun boleh demo asalkan berjalan di trotoar, bukan di badan jalan.

Opo tumon?

05 Mei, 2008

Elu Mau Gua Antar!

Kalau di Indonesia, terutama di Jakarta, istilah untuk bisnis yang "apa saja", nyebutnya adalah LMGA (Lu Mau Gua Ada), maka di amrik sini singkatannya sama, hanya artinya beda, yaitu menjadi Lu Mau Gua Antar!

Tadinya saya juga heran, waktu datang, walaupun Durham ini adalah kota kecil, tapi kok banyak banget truk-truk boks yang lalu lalang, baik ukuran kecil segede kijang maupun truk yang gedi banget pembawa kontener. O ini to amerika, segala bisa diangkut.

Seperti biasa saya agak coba-coba aja sifatnya. Pertama, melanggan majalah. Gak usahlah kita mencari agen koran. Cukup beli satu majalah, pasti di dalamnya banyak kupon langganan majalah dengan diskon yang gede banget. Misalnya majalah Parenting yang sangat terkenal, yang dilanggan istri saya, harga bandrolnya $3, tapi kalo langganan lewat pos sebijinya cuman $1. Aneh bukan? Kita tinggal tunggu di rumah, itu majalah dateng sendiri, malah dengan harga yang hanya sepertiganya (tapi harus melanggan setahun).

Terus yang saya heran bukan main adalah majalah Sports Illustraed. Kalau Anda penggemar olahraga, pasti tahu bahwa majalah mingguan ini fotonya terkenal keren-keren, misalnya mengenai NBA atau futbol. Pokoknya t.o.p.b.g.t. deh! Coba tebak berapa harganya? kalo ngecer harganya $ 2,99 per eksemplar. Kalau langganan? Jangan kaget, untuk langganan setengah tahun (enam bulan, alias 26 eksemplar), saya hanya perlu bayar $5. Asli lima dolar aja untuk 6 bulan! Bayangin berapa harga per unitnya! Saya sendiri yang sudah bertahun-tahun belajar keuangan, gak ngerti hitung-hitungan ekonomisnya, misalnya untuk biaya kertas dan juga biaya pengiriman posnya!

Lama-lama setelah tahu bahwa sistem delivery ini aman, mulai deh saya coba-coba beli. Pertama beli komputer desktop. E, barang nyampe lancar, gak sampai dua minggu. Berikutnya beli kamera dan lensa-lensanya juga lancar! Lama-lama segala barang yang bisa diliat di internet dan pingin beli, belinya juga delivery, misalnya parfum, tas, atau mainan anak.

Tentu saja, ngikutin gaya amrik, saya juga pesen makanan lewat telpon: pizza, ayam goreng, makanan china, makanan jepang. Pokoknya nggaya deh! Norak banget, ya?

Selain murah dan cepat, delivery ini juga aman. Terbukti, segala pembayaran lewat cek, mulai dari listrik, telepon, kartu kredit, sewa apartemen, dilakukan dengan memasukkan cek tersebut ke amplop, kasih prangko $33 sen, sampai deh dengan selamet ke alamat yang dituju tanpa takut dientit sama pak posnya! Bahkan STNK mobil, paspor (untuk anak saya), akte kelahiran, tiket dst nya pun semua dikirim liwat pos, dan gak ada yang hilang di tengah jalan.

Benar-benar negeri yang efisien!