09 Mei, 2008

Sawang Sinawang

Kalau Anda sudah pernah membaca karya fenomenal Prof. Umar Kayam, yaitu trilogi Mangan Ora Mangan Kumpul, maka Anda tentu tau arti kata sawang sinawang tadi: yaitu menakar orang dan membandingkan dengan diri kita, untuk menentukan pada 'ketinggian' berapa kita berada di dalam kelompok tersebut.

Tentu saya sebagai orang Jawa (saya rasa bukan hanya orang Jawa saja yang bersifat demikian, sepertinya sudah karakter umum orang Indonesia), begitu ketemu temen-temen seangkatan langsung mengadakan sawang sinawang untuk menentukan 'comfort zone' sendiri.

Tentu saja kriteria utama adalah penguasaan bahasa: terdapat beberapa golongan kefasihan bahasa. Pertama, mereka yang native: ini adalah para penutur asli atau mirip asli, dan sudah gak perlu mikir bahasa lagi sebelum ngomong. Penduduk golongan ini misalnya orang amrik sendiri, orang inggris, orang-orang dari pecahan uni soviet (Rusia, Azarbaijan, Georgia, dkk). Biasanya jadi perwakilan kelompok kalo lagi presentasi depan kelas. Kultur belajarnya sudah seperti orang amrik dalam arti banyak ngomong, walaupun kadang-kadang kurang bermutu juga omongannya! Beberapa ya cemerlang juga, harus diakui.

Golongan kedua adalah orang yang bahasa inggrisnya bagus tapi sumpah mati kadang-kadang susah memahami omongan mereka karena logatnya yang seperti makhluk aneh. Golongan ini misalnya orang India, Pakistan, atau dari beberapa negara Afrika, misalnya Sierra Leone (pernah denger negara ini?) atau Zambia (nah!). Semangat belajarnya kuat, karena memang keliatannya berasal dari negara yang sangat miskin. Saya ingat banget ada satu orang dari India, yang di kelas mengajukan pertanyaan yang panjang banget, sampai seluruh kelas dan profesornya sekalian gak ngerti apa yang dia tanyain. Waktu dia selesai nanya yang panjang tadi, dosennya cuman bilang: tolong diulangi. Wah, langsung ger-geran seluruh kelas!

Golongan ketiga adalah yang inggrisnya lumayan menguasai tapi logatnya masih agak susah dicerna. Misalnya dari Mongolia atau Taiwan. Orangnya juga penuh semangat, tapi agak pendiem.

Nah, golongan terakhir adalah yang bahasa inggrisnya kurang sekaligus pengucapannya susah dimengerti. Nah, ini yang gawat. Penduduk golongan ini misalnya Korea atawa Jepang. Mereka pada umumnya baik-baik dan ramah (ciri khas bangsa Asia?). Tapi kalu suruh bikin paper, bahasa tulis mereka bagus-bagus! Cuman, kadang-kadang kasihan juga melihat mereka presentasi di depan kelas. Pernah terpikir juga sih: mereka kasihan juga waktu lihat saya presentasi!

Lha, saya termasuk golongan mana? Saya tidak berhak menilai!

Sekedar pembelaan: bahasa inggris ternyata bukan segala-galanya. Toh, negara Korea atau Jepang juga maju pesat bukan karena mereka jago bahasa inggris, tapi karena hal yang lain. Yang paling gawat kalo bahasa inggris nggak jago, tapi negaranya gak maju-maju juga, karena salah urus!

Jadi? Kembali ke sawang sinawang tadi, tentu saya saya cari temen yang inggrisnya sama atawa lebih baik lagi yang lebih jelek dari saya, supaya gak minder! Walaupun dengan cara ini penguasaan bahasa inggris tidak berkembang pesat, yang penting hati tenang! Entah karena sirik atau apa, saya lihat orang-orang eropa timur rada-rada belagu keliatannya, padahal kalo dipikir-pikir mereka dari negara miskin juga lo!

Jangan-jangan: sirik tanda tak mampu?

Tidak ada komentar: